Apakah semua sekolah wajib membuka pelajaran Koding ? di Tahun Ajaran 2025/2026
Mata Pelajaran Koding di Kurikulum 2025: Peluang Emas Membangun Generasi Digital Indonesia
gurumerangkum.com - Tahun ajaran 2025/2026 menandai era baru dalam sejarah pendidikan nasional. Untuk pertama kalinya dalam sistem pendidikan Indonesia, mata pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (AI) resmi dimasukkan dalam struktur kurikulum jenjang pendidikan dasar dan menengah. Langkah strategis ini tertuang dalam Permendikdasmen No. 13 Tahun2025, sebuah regulasi transformatif yang merevisi dan memperkuat arah kebijakan dari Permendikbudristek No. 12 Tahun 2025.
Langkah ini bukan hanya simbol
dari kesiapan bangsa menghadapi Revolusi Industri 4.0, tetapi juga wujud nyata
dari visi membentuk pelajar Indonesia yang adaptif, kreatif, dan kompetitif
secara global. Namun, apakah kita benar-benar siap? Artikel ini akan membedah
dengan mendalam esensi, struktur, serta strategi optimalisasi mata pelajaran
Koding agar benar-benar berdampak bagi generasi penerus bangsa.
1. Dasar Legal dan Filosofis Mata Pelajaran Koding
Sebagai mata pelajaran pilihan,
Koding tidak hadir begitu saja. Penetapannya didasarkan pada Pasal 32A dalam
Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025, yang secara eksplisit menyatakan bahwa "mata
pelajaran pilihan Koding dan Kecerdasan Artifisial diselenggarakan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah mulai tahun ajaran 2025–2026 secara
bertahap."
Mengapa Harus Ada Mata
Pelajaran Koding?
Kehadiran koding sebagai bagian
dari kurikulum nasional mencerminkan beberapa hal penting:
- Transformasi Ekosistem Global: Dunia telah
bergerak ke arah otomasi, big data, dan AI.
- Kesenjangan Keterampilan: Banyak lulusan
belum memiliki literasi digital dan komputasi dasar.
- Komitmen Pemerintah terhadap Teknologi Inklusif:
Menyiapkan generasi yang mampu menciptakan teknologi, bukan sekadar
mengonsumsinya.
Landasan Filosofis: Pendidikan
yang Memberdayakan
Permendikdasmen ini menekankan
bahwa kurikulum harus berakar pada pembelajaran mendalam, yang holistik
dan bermakna. Koding, dalam konteks ini, bukan sekadar soal logika komputer,
tetapi tentang membentuk karakter problem-solver, pemikir kritis, dan inovator
etis.
2. Cakupan dan Struktur Koding dalam Kurikulum 2025
Koding masuk sebagai mata
pelajaran pilihan di hampir semua jenjang, mulai dari kelas V SD hingga
kelas XII SMA/SMK. Berikut rangkumannya:
Sekolah Dasar (SD)
- Kelas V & VI: 2 JP per minggu (72 JP per
tahun untuk kelas V; 64 JP untuk kelas VI).
- Fokus awal: algoritma dasar, logika pemrograman
visual (seperti Scratch), dan permainan edukatif berbasis coding.
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
- Kelas VII–IX: 2 JP per minggu (72 JP di
kelas VII–VIII; 64 JP di kelas IX).
- Cakupan: bahasa pemrograman sederhana (Python
dasar), logika algoritmik, eksplorasi AI dasar.
Sekolah Menengah Atas (SMA/MA)
- Kelas X–XII: 2 JP per minggu.
- Pendalaman: pengembangan aplikasi sederhana,
eksplorasi machine learning dasar, pemrograman etis, dan proyek komunitas
berbasis teknologi.
Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK)
- Koding masuk sebagai mata pelajaran pilihan
sekaligus penguat keterampilan vokasi digital:
- Implementasi dalam konsentrasi keahlian TIK,
rekayasa perangkat lunak, dan bahkan bidang agroindustri berbasis
otomasi.
3. Tujuan Pembelajaran Koding: Lebih dari Sekadar Menulis Kode
Pemerintah tidak sekadar
mengajarkan teknis coding. Tujuannya jauh lebih luas dan mendalam:
Kompetensi yang Dituju:
- Berpikir Komputasional: Melatih pola pikir
logis dan sistematis.
- Kreativitas Teknologi: Mampu mencipta, bukan
hanya menggunakan.
- Kolaborasi dan Komunikasi: Menyusun proyek
digital secara tim dan menyampaikan ide secara efektif.
- Etika Digital: Menanamkan kesadaran keamanan
data, privasi, dan tanggung jawab teknologi.
4. Strategi Implementasi: Kolaborasi Sekolah, Guru, dan Dunia Industri
Implementasi koding memerlukan
pendekatan lintas sektor. Berikut strategi konkret yang bisa diambil satuan
pendidikan:
Langkah 1: Pemetaan Kesiapan
Sumber Daya
- Identifikasi guru yang memiliki latar belakang TIK
atau minat mengajar koding.
- Kolaborasi dengan relawan digital, mitra industri,
dan komunitas IT lokal.
Langkah 2: Desain Kurikulum
Kontekstual
- Sesuaikan materi koding dengan konteks lokal
(misalnya: membuat aplikasi informasi kebudayaan daerah).
- Gunakan pendekatan pembelajaran mendalam dan
berbasis proyek (project-based learning).
Langkah 3: Infrastruktur
Digital yang Inklusif
- Gunakan model blended learning, dengan konten
daring dan luring.
- Maksimalkan penggunaan gawai sederhana atau
perangkat bersama.
5. Tantangan Implementasi dan Solusinya
Tantangan yang Mungkin
Dihadapi
- Keterbatasan SDM guru koding
- Infrastruktur tidak merata
- Stigma bahwa koding itu sulit dan eksklusif
Solusi yang Direkomendasikan
- Pelatihan intensif guru secara hybrid oleh
Kemendikdasmen dan mitra industri.
- Penerbitan modul nasional koding berjenjang.
- Pembelajaran berbasis cerita dan gamifikasi untuk
anak-anak SD.
6. Studi Kasus: Koding sebagai Pembelajaran Bermakna dan Mendalam
Mari kita simak skenario ideal
penerapan Koding di SD:
Topik: “Membuat Permainan
Matematika Interaktif dengan Scratch”
Tahapan Pembelajaran Mendalam:
- Memahami: Siswa mengeksplorasi contoh game
edukatif.
- Mengaplikasi: Merancang logika game dan
mengatur alur program.
- Merefleksi: Mempresentasikan hasil dan
menganalisis tantangan.
Aktivitas ini bukan hanya melatih
logika dan kreatifitas, tetapi juga memupuk kemandirian dan kerja sama tim.
7. Manfaat Jangka Panjang: Investasi Masa Depan Bangsa
Mata pelajaran Koding bukan
sekadar persiapan menjadi programmer. Lebih dari itu, ini adalah:
- Investasi Literasi Digital untuk menghadapi
dunia kerja yang terus berubah.
- Jembatan Kesenjangan Digital, terutama bagi
anak-anak di daerah yang termarginalkan.
- Modal Sosial dan Inovasi Lokal: dari siswa
untuk masyarakatnya.
Kesimpulan: Koding Bukan Sekadar Mata Pelajaran, Tapi Gerakan Transformasi
gurumerangkum.com - Dengan kebijakan visioner dalam Permendikdasmen No. 13 Tahun2025, sebuah regulasi transformatif yang merevisi dan memperkuat arah kebijakan dari Permendikbudristek No. 12 Tahun 2025., Indonesia mengambil langkah berani
mengintegrasikan Koding dalam pendidikan dasar dan menengah. Namun, kesuksesan
implementasinya sangat bergantung pada kolaborasi semua pihak: guru, kepala
sekolah, orang tua, komunitas, dan pemerintah daerah.
Mata pelajaran ini harus
ditempatkan sebagai jalan pemberdayaan, bukan sekadar tren global.
Setiap baris kode yang ditulis anak Indonesia kelak bisa menjadi solusi untuk
masalah nyata di masyarakat. Kita tidak hanya sedang mengajarkan teknologi,
tapi sedang membangun masa depan bangsa.
SFAQ (Sering Ditanyakan – Tapi Jarang Terjawab)
1. Apakah semua sekolah wajib
membuka pelajaran Koding?
Tidak. Koding adalah mata pelajaran pilihan, disesuaikan dengan
ketersediaan sumber daya di satuan pendidikan.
2. Siapa yang akan mengajar
koding di SD?
Guru yang telah mendapatkan pelatihan atau bersertifikasi tambahan di bidang
TIK atau coding.
3. Apakah anak SD bisa belajar
coding?
Ya, dengan metode visual dan gamifikasi, seperti Scratch atau Blockly, siswa SD
dapat mempelajari coding secara menyenangkan.
4. Bagaimana kurikulumnya
disusun?
Disusun berdasarkan pendekatan pembelajaran mendalam dan disesuaikan dengan
fase belajar peserta didik.
5. Apakah ada peluang kerja
dari koding?
Tentu. Kemampuan koding adalah dasar dari berbagai profesi masa depan, seperti
developer, data analyst, dan banyak lagi.
Posting Komentar