CP dan ATP Koding dan Kecerdasan Artifisial Jenjang SD/MI Unduh
A. Mengapa Koding dan KA Harus Diajarkan Sejak Dini?
gurumerangkum.com - Di tengah revolusi digital yang merambah segala lini kehidupan,
kemampuan dasar dalam memahami dan mengelola teknologi digital bukan lagi
pilihan, melainkan keharusan. Salah satu kompetensi yang kini menjadi sorotan
dalam kurikulum Merdeka adalah Koding dan Kecerdasan Artifisial (KA). Keduanya
tidak hanya membekali peserta didik dengan keterampilan teknis, tetapi juga
menumbuhkan pola pikir logis, kreatif, dan etis sejak usia dini. Artikel ini
akan mengulas secara menyeluruh isi dokumen "Koding.pdf" dari Kementerian
Pendidikan yang merinci Capaian Pembelajaran (CP) dan Alur Tujuan Pembelajaran
(ATP) untuk jenjang SD hingga SMA.
B. Definisi dan Ruang Lingkup Koding dan KA dalam Kurikulum
1. Apa Itu Koding?
Koding atau pemrograman adalah proses menulis instruksi untuk
komputer agar menjalankan perintah tertentu. Dalam dunia pendidikan, koding
bukan hanya berarti menulis sintaks, tapi juga mengembangkan keterampilan
berpikir komputasional, pemecahan masalah, dan kreativitas dalam menyusun
solusi.
2. Apa Itu Kecerdasan Artifisial?
Kecerdasan Artifisial (KA) merupakan simulasi kecerdasan manusia
yang dilakukan oleh sistem komputer. Dalam konteks pembelajaran, KA diajarkan
dengan pendekatan konseptual dan praktis agar peserta didik mampu memahami
prinsip kerja mesin cerdas dan dampaknya terhadap kehidupan.
3. Elemen-Elemen Inti Koding dan KA
Berikut adalah elemen yang diuraikan dalam CP:
- Berpikir
Komputasional
- Literasi
Digital
- Literasi
dan Etika KA
- Pemanfaatan
dan Pengembangan KA
C. Struktur Capaian Pembelajaran (CP) dan ATP dalam Pembelajaran Koding dan KA
Setiap fase dalam Kurikulum Merdeka memiliki struktur CP dan ATP
yang membimbing guru dalam menyusun kegiatan pembelajaran yang kontekstual dan
bertahap.
1. Fase A (Kelas 1-2)
Peserta didik diperkenalkan pada cara berpikir logis,
mengidentifikasi pola, serta pengenalan teknologi sederhana seperti perangkat
digital dan keamanan data pribadi. Pembelajaran disampaikan dalam bentuk
permainan dan simulasi.
2. Fase B (Kelas 3-4)
Fokus mulai diarahkan pada pemecahan masalah melalui alur berpikir
algoritmik. Peserta didik mulai dikenalkan pada lingkungan koding berbasis blok
dan memahami fungsi dasar internet serta sistem komputer.
3. Fase C (Kelas 5-6)
Ditekankan pada pembuatan instruksi logis, simulasi kerja KA,
serta produksi konten digital sederhana. Peserta didik mulai memahami manfaat
dan dampak teknologi dalam kehidupan.
4. Fase D (SMP)
Pemrograman lebih kompleks diajarkan, termasuk pembuatan aplikasi
sederhana, eksplorasi sistem pembelajaran mesin (machine learning), serta
pemahaman mendalam terhadap etika KA.
5. Fase E dan F (SMA)
Pembelajaran diarahkan pada proyek lintas bidang, pemrograman
berbasis teks, serta pemahaman terhadap kebijakan privasi, keamanan digital,
dan praktik etis dalam teknologi cerdas.
D.
Pilihan Penerapan Pembelajaran
Koding dan KA
1. Koding dan KA sebagai Mata Pelajaran Wajib
Salah satu
bentuk penerapan yang dianggap paling ambisius adalah menjadikan Koding dan KA
sebagai mata pelajaran wajib. Pilihan ini bersifat merata, artinya semua
peserta didik dari satuan pendidikan yang relevan akan mempelajarinya. Penerapan
sebagai mata pelajaran wajib dinilai ideal, tetapi perlu waktu persiapan yang
panjang, daya dukung yang besar, dan potensi tantangan minat siswa.
2. Koding dan KA sebagai Mata Pelajaran
Pilihan
Opsi ini
memberikan fleksibilitas lebih tinggi karena hanya diikuti oleh siswa yang
memang tertarik dan berminat mendalami Koding dan KA. Dengan pendekatan ini,
tidak semua sekolah harus menyediakan guru khusus. Bahkan, bisa memanfaatkan
guru yang sudah ada dan berminat untuk mengikuti pelatihan. Sekolah yang belum
memiliki infrastruktur memadai dapat memilih untuk tidak menyelenggarakan mata
pelajaran ini. Artinya, pendekatan ini lebih realistis secara teknis dan
ekonomis.
Sebagai
mata pelajaran pilihan, opsi ini memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih
efisien dan penerapan yang lebih cepat.
3. Koding dan KA sebagai Muatan Terintegrasi
atau Kokurikuler
Opsi ini
mengintegrasikan materi Koding dan KA ke dalam mata pelajaran lain atau
menyajikannya secara lintas tema. Guru tidak perlu berasal dari bidang khusus
TIK. Namun, mereka perlu dilatih untuk mampu memetakan dan mengintegrasikan
konten Koding dan KA ke dalam materi yang diajarkan seperti Bahasa Indonesia,
Matematika, dan IPAS. Karena akan melibatkan lebih banyak guru, maka beban
penyediaan sarana dan prasarana akan meningkat. Tidak diperlukan buku teks
khusus. Namun, harus ada model inspiratif, RPP, modul ajar, dan perangkat
asesmen yang terstruktur untuk mendukung guru. Model ini cocok untuk sekolah
yang belum memiliki infrastruktur kuat, tetapi menuntut kapasitas pedagogis
tinggi dari guru.
4. Koding dan KA sebagai Ekstrakurikuler
Pendekatan
ini memberikan ruang fleksibel bagi siswa yang memiliki minat tinggi terhadap
dunia digital dan teknologi tanpa memberatkan kurikulum utama. Melalui program
ekstrakurikuler, sekolah dapat menggandeng organisasi, komunitas, atau
perusahaan teknologi untuk mendukung pengajaran. Karena ekstrakurikuler
bersifat opsional, hanya siswa yang berminat saja yang akan mengikutinya. Ini
menghindari pemborosan sumber daya dan menjaga motivasi belajar. Ekstrakurikuler
menjadi sarana yang sangat baik untuk pendalaman minat dan eksplorasi lanjutan.
E. Contoh Capaian Pembelajaran Koding dan KA Fase C (Kelas 5–6)
Elemen |
Materi |
Capaian
Belajar |
Kelas |
Berpikir
Komputasional |
-
Pemecahan masalah sehari-hari- Pemrograman tingkat pradasar |
Memahami
permasalahan sederhana, menyusun solusi sistematis, dan menuliskan instruksi
logis. |
Fase C
(5–6) |
Literasi
Digital |
-
Manfaat teknologi- Konten digital- Sistem komputer- Keamanan data pribadi |
Memahami
manfaat teknologi, menyebarkan konten digital, dan menjaga privasi saat
daring. |
Fase C
(5–6) |
Literasi
dan Etika KA |
- Konsep
dasar KA- Etika dalam penggunaan KA |
Memahami
cara kerja mesin cerdas dan prinsip etis dalam penerapannya. |
Fase C
(5–6) |
Pemanfaatan
& Pengembangan KA |
-
Simulasi kerja KA dalam kehidupan sehari-hari |
Menyimulasikan
kerja KA dalam mengklasifikasi benda konkret dan memahami penginderaan
makhluk hidup & mesin. |
Fase C
(5–6) |
F. Berbagai Metode Pembelajaran Koding dan KA
1. Problem-Based Learning (PBL): Belajar dari Masalah Sehari-Hari
Pendekatan ini mengajak siswa untuk mengeksplorasi permasalahan
nyata sebagai pemantik pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator yang
memandu siswa merumuskan solusi logis.
Contoh penerapan PBL:
- Siswa
SD menyusun algoritma mencari rute tercepat menuju sekolah.
- Siswa
SMP menganalisis etika penggunaan AI dalam melindungi data pribadi.
- Siswa
SMA mengembangkan prototipe pemeriksa fakta berita menggunakan AI.
2. pembelajaran Project-Based Learning (PjBL) : Mengubah Ide
Menjadi Aksi
PjBL mendorong siswa menghasilkan karya nyata, membangun
kreativitas dan kolaborasi sambil mengasah logika pemrograman.
Contoh projek:
- SD:
Aplikasi gambar bergerak.
- SMP:
Kalkulator pupuk berbasis aplikasi.
- SMA:
Web sekolah dan model AI sederhana.
Projek-projek ini membentuk portofolio digital siswa yang berharga
untuk masa depan akademik dan profesional.
3. Inquiry-Based Learning: Menemukan Solusi Secara Mandiri
Metode ini menantang siswa untuk mencari jawaban melalui
eksperimen dan logika. Dengan pertanyaan terbuka, siswa diajak berpikir kritis
untuk menyusun algoritma atau menyelesaikan permasalahan komputasional.
4. Gamifikasi: Belajar Serius dengan Cara Menyenangkan
Gamifikasi mengintegrasikan elemen permainan seperti lencana,
papan skor, dan tantangan. 8 pendorong utama dalam gamifikasi versi
Octalysis: Membangun makna dan panggilan tugas. Penghargaan atas capaian. Kreativitas
dan umpan balik. Kepemilikan hasil belajar. Kolaborasi sosial. Kelangkaan dan
tantangan. Rasa penasaran. Konsekuensi jika gagal.
5. Internet-Based Learning: Pembelajaran Fleksibel dan Aksesibel
Pembelajaran berbasis internet memungkinkan fleksibilitas waktu
dan tempat, dengan akses ke platform digital dan aplikasi AI generatif. Cocok
digunakan saat pembelajaran jarak jauh maupun tatap muka.
6. Plugged Learning: Menggunakan Perangkat Digital secara Aktif
Metode ini melibatkan perangkat keras dan lunak seperti komputer,
sensor kamera, atau mikrofon. Siswa dapat bereksperimen dengan koding secara
langsung melalui perangkat yang tersedia.
7. Unplugged Learning: Belajar Tanpa Komputer, Tetap Efektif
Tanpa menggunakan perangkat digital, siswa tetap dapat memahami
konsep koding dan algoritma melalui simulasi, permainan papan, hingga role play
yang menyenangkan dan mendidik.
Unduh Dokumen CP dan ATP Koding dan Kecerdasan Artifisial Jenjang SD/MI
Untuk mendukung implementasi di lapangan, berikut tersedia file
resmi yang dapat Anda unduh:
📁 Unduh File CP dan ATP Koding dan KA di Sini
File tersebut mencakup seluruh fase pembelajaran dari jenjang SD
hingga SMA. Anda dapat menggunakannya untuk menyusun RPP, modul ajar, maupun
bahan ajar projek.
Download CP 2025 SD/MI - Unduh Capaian Pembelajaran Lainnya SD/MI 2025 Kurikulum Merdeka (docx)
🟢 Klik tombol di bawah ini untuk mengunduh CP SD/MI 2025 Seluruh Mata Pelajaran doc lengkap!
📥 [Download CP SD/MI Lainnya].
Kesimpulan: Teknologi untuk Kebaikan
gurumerangkum.com - Mengintegrasikan koding dan kecerdasan artifisial dalam kurikulum
merupakan langkah strategis untuk membentuk generasi yang tidak hanya cakap
digital, tetapi juga bijak, etis, dan solutif dalam menghadapi masa depan.
Dengan desain CP dan ATP yang sistematis dan progresif, guru kini memiliki
panduan konkret untuk mengantarkan siswa pada pemahaman teknologi yang lebih
mendalam sejak bangku sekolah dasar.
Posting Komentar